TIARA DI BALIK KACA

Masih tertata rapi di dalam lemari kaca di ruang tamu. Sebuah mahkota kecil berhias permata. Seketika ingatanku terlempar belasan tahun melintasi waktu.
***
Aku mematut-matut diri di depan cermin. Kuperhatikan tubuh mungilku berbalut gaun biru muda. Ya hari ini adalah pemilihan ratu sejagad di sekolahku.
Dengan riang kulangkahkan kaki ke dapur. Menghampiri ibu yang hampir selesai menyiapkan sarapan.
"Kamu cantik, sayang."
"Kan Nia mirip ibu." aku memeluk ibu dari belakang. Aku tahu senyumnya mengembang.
Hari itu ibu hanya akan mengantarkan ku. Semalam aku sudah memohon bahkan sampai menangis agar ibu mau menemani dan menyaksikanku.  Namun pekerjaan ibu tak membolehlannya membolos walau sehari.
Hari ini spesial. Aku pulang diantar wali kelasku naik mobil bapak kepsek. Sebuah tiara bertengger indah di atas rambut hitam lebatku.
Anehnya sepanjang perjalanan ibu wali kelas menatapku gelisah. Aku tak mengacuhkannya, asyik dengan tiaraku.
Mobil berhenti di depan rumah. Sedikit gugup kenapa rumahku ramai sekali. Apakah ibu mengundang tetangga-tetangga untuk menyambutku?
Seorang perempuan sebaya ibu setengah berlari keluar rumah menghampiriku. Itu bukan ibu. Sambil sesegukan Tante Maya memelukku. Membisikkan padaku, bahwa ibu telah pergi. Selamanya.
Klotak. Tiara ku terjatuh.
***
"Ibu, ibu. Aku cantik tidak?" pertanyaan gadis kecil bergaun biru muda berwajah sangat lucu itu menyadarkanku.
Nb: dalam rangka ikut CERMIN BENTANG. Syarat dan ketentuan berlaku pustakabentang.blogspot.com/2013/05/cermin-minggu-pertama-mei.html.

Komentar